Entah kenapa saya merasa belum siap dengan kehamilan ini. Belum siap harus mengalami morning sickness lagi (baca: mual muntah sepanjang hari). Karena di saat yang sama beban pekerjaan saya di kantor juga bertambah. Saat kondisi fisik saya tidak full 100%, ada beberapa tawaran diklat dan dinas luar yang harus saya jalani. Fiuuhh... *lap jidat* Bisa saja sih, saya tolak dengan alasan hamil. Which is I already did. Tapi tetap saja saya merasa tidak enak. Saya mah gitu orangnya. Suka baper. Hehee... *minta ditimpuk pake coklat*
Bukankah dulu saat mendaftar jadi PNS saya berharap dapat diterima tanpa dibedakan menurut gender. Dan sekarang saat saya sudah bekerja, nggak fair rasanya kalau saya berharap diistimewakan karena gender. Bagaimanapun juga, saat tanda tangan sumpah jabatan dulu, itu adalah perjanjian saya dengan Allah. Memang berat, tapi saya harus berusaha semaksimal mungkin untuk menepati. Entah karena hormonal atau saya memang baper, saya pikirin beneran lo. Sampe maag saya kambuh. Dan disaat yang sama saya juga lagi hyperemesis. Lengkap deh. Mual muntah saya makin parah. Semua makanan dan minuman yang masuk cuma numpang lewat. Bahkan pas sudah tidak bisa makan pun saya tetap aja muntah. Akhirnya saya ke rumah sakit dan opname 3 hari. Dan semua tawaran diklat dan dinas luar pun digantikan orang lain.
Pasca opname saya mengalami baby blues. Lumayan parah. Saya takut tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak saya. Takut tidak bisa mengasuh dan mendidik anak-anak saya dengan baik. Apalagi kelak saat anak ketiga saya lahir. Saya bingung siapa yang akan mengasuhnya ketika saya kerja. Karena pengasuh Arka dan Aya sekarang sudah repot karena harus mengantar sekolah juga. Hampir tiap malam saya menangis saking sedihnya. Banyak yang ingin saya kerjakan, sementara kondisi fisik saya tidak memungkinkan. Rasanya desperate sekali. Bahkan saya sempat ingin resign karena tidak sanggup harus membagi pikiran antara keluarga dan pekerjaan.
Hari Sabtu tanggal 25 September, saya kontrol bulanan ke rumah sakit saat kehamilan 14 minggu. Ternyata saat kontrol saya harus menghadapi kenyataan bahwa janin saya sudah tidak ada denyut jantungnya. Rasanya sedih sekali. Seperti ada yang terenggut dari batin saya. Sakit sekali. Saya merasa sangat bersalah. Pada Allah, dan pada janin yang saya kandung. Saya merasa kurang menjaga kehamilan, hingga Allah mengambil lagi amanah-Nya. Semoga kelak Allah masih mempercayai saya dan memberikan amanah-Nya lagi. Maafkan mama ya nak. Rupanya Allah belum mempercayai mama untuk mengasuhmu di dunia.
Hari Senin saya kontrol ke dokter obgyn saya yang lama untuk mencari second opinion. Dan hasilnya sama. Hanya saja dokter ini memberikan penjelasan dengan rinci hingga saya merasa jauh lebih baik. Hari Kamis saya kembali ke dokter untuk curret. Alhamdulillah semuanya lancar.
Ada banyak hikmah yang bisa saya ambil dari kejadian ini. Allah memberi saya harapan dan mengambilnya lagi agar saya belajar untuk lebih ikhlas. Agar saya memahami bahwa anak adalah hak prerogatif Allah. Hanya Allah yang berhak dan bisa memberi, dan Allah juga yang berhak mengambil kembali. Allah lah yang paling tau, kapan saat yang paling tepat saya siap menjadi seorang ibu.
Allah mengajari saya bagaimana rasanya kehilangan agar saya lebih menghargai dan menjaga apa yang masih menjadi amanah saya di dunia. Lagi-lagi Allah mengingatkan saya, apa yang baik menurut saya belum tentu yang terbaik menurut Allah. Bagaiamanapun, semua terjadi atas kehendak-Nya. Dan itu adalah yang terbaik untuk saya. Allah mengingatkan saya agar saya lebih banyak bersyukur pada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar