'Ayah, ibu, tolong jangan risaukan apa yang belum dapat kulakukan, lihatlah apa yang sudah kulakukan, lihatlah lebih banyak kelebihanku
Ayah, ibu, aku memang belum bisa berhitung tetapi lihatlah aku, aku bisa bernyanyi dan selalu tersenyum ceria
Ayah, ibu jangan keluhkan aku tidak bisa diam, lihatlah energiku ini, bukankan kalau aku jadi pemimpin aku butuh energi sebesar ini
Ayah, ibu, jangan kau bandingkan aku dengan anak lain, lihatlah, aku tak pernah membandingkanmu dengan orang tua lain, aku hanya satu
Ayah, ibu, jangan bosan dengan pertanyaan-pertanyaanku, lihatlah besarnya rasa ingin tahuku, aku belajar banyak dari rasa ingin tahu
Ayah, ibu, jangan bentak-bentak aku, lihatlah, aku punya perasaan, seperti engkau juga memilikinya, aku sedang belajar memperlakukanmu kelak
Ayah, ibu, jangan ancam-ancam aku, seperti engkau juga tidak suka diancam orang lain, lihatlah, aku sedang belajar memahami keinginanmu
Ayah, ibu, jangan lihat nilaiku yang rata-rata, lihatlah, aku melakukannya dengan jujur, lihatlah, aku sudah berusaha
Ayah, ibu, aku memang belum dapat membaca, tapi lihatlah, aku dapat bercerita, pada saatnya aku akan bisa, aku butuh engkau percaya
Ayah, ibu, aku memang kurang mengerti matematika, tapi lihatlah, aku suka berdoa, dan aku senang sekali mendoakan yang terbaik untukmu
Ayah, ibu, aku memang banyak kekurangan, tapi aku juga banyak kelebihan, bantu aku agar kelak kelebihanku berguna bagi sesama
Ayah, ibu, hubungan kita sepanjang zaman, bantu aku mengenalmu dengan cara aku belajar bagaimana engkau mengenalku
Ayah, ibu, aku ingin mengenangmu sebagai yang terbaik, ajari aku dan lihatlah yang terbaik dariku sehingga aku bangga menyebut namamu
Ayah, ibu, semoga kita punya cukup waktu untuk saling mengenal dan memahami, aku belajar melihatmu dari cara engkau melihatku'
Ayah, ibu, aku memang belum bisa berhitung tetapi lihatlah aku, aku bisa bernyanyi dan selalu tersenyum ceria
Ayah, ibu jangan keluhkan aku tidak bisa diam, lihatlah energiku ini, bukankan kalau aku jadi pemimpin aku butuh energi sebesar ini
Ayah, ibu, jangan kau bandingkan aku dengan anak lain, lihatlah, aku tak pernah membandingkanmu dengan orang tua lain, aku hanya satu
Ayah, ibu, jangan bosan dengan pertanyaan-pertanyaanku, lihatlah besarnya rasa ingin tahuku, aku belajar banyak dari rasa ingin tahu
Ayah, ibu, jangan bentak-bentak aku, lihatlah, aku punya perasaan, seperti engkau juga memilikinya, aku sedang belajar memperlakukanmu kelak
Ayah, ibu, jangan ancam-ancam aku, seperti engkau juga tidak suka diancam orang lain, lihatlah, aku sedang belajar memahami keinginanmu
Ayah, ibu, jangan lihat nilaiku yang rata-rata, lihatlah, aku melakukannya dengan jujur, lihatlah, aku sudah berusaha
Ayah, ibu, aku memang belum dapat membaca, tapi lihatlah, aku dapat bercerita, pada saatnya aku akan bisa, aku butuh engkau percaya
Ayah, ibu, aku memang kurang mengerti matematika, tapi lihatlah, aku suka berdoa, dan aku senang sekali mendoakan yang terbaik untukmu
Ayah, ibu, aku memang banyak kekurangan, tapi aku juga banyak kelebihan, bantu aku agar kelak kelebihanku berguna bagi sesama
Ayah, ibu, hubungan kita sepanjang zaman, bantu aku mengenalmu dengan cara aku belajar bagaimana engkau mengenalku
Ayah, ibu, aku ingin mengenangmu sebagai yang terbaik, ajari aku dan lihatlah yang terbaik dariku sehingga aku bangga menyebut namamu
Ayah, ibu, semoga kita punya cukup waktu untuk saling mengenal dan memahami, aku belajar melihatmu dari cara engkau melihatku'
Puisi
ini saya kutip dari buku Anak Juga Manusia karya Angga Setiawan. Pertama kali
membacanya saya langsung menangis. I’ve
been there. Tiba-tiba saja kenangan masa kecil saya kembali melintas. Saya
tidak pernah menyesal dengan cara Ibu mendidik dan membesarkan saya. Banyak
sekali hikmah dan pelajaran yang bisa saya ambil. Hanya saja masih ada cara
lain yang lebih menyenangkan untuk belajar. And
I promise myself, I won’t let my children feel the same. It means I have to
learn more about parenting and how to manage my emotion.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar