Pages

Kamis, 02 Februari 2017

Me as a Mother - Parenting



Semasa kecil, saya dibesarkan dengan harapan kelak ketika besar saya bisa kuliah dan bekerja hingga bisa punya penghasilan sendiri tanpa harus bergantung pada suami. Ibu tidak pernah memaksa saya belajar memasak dan bersih-bersih rumah. Ibu lebih suka saya rajin belajar dan dapat nilai bagus daripada belajar memasak dan berbenah rumah. Toh nanti kalo saya bekerja dan punya gaji saya bisa membayar ART. Jadi tidak perlu memasak dan beres-beres rumah.

Namun kini setelah saya dewasa dan menjadi seorang ibu, saya belajar satu hal penting yang selama ini kerap diabaikan, yaitu 'Parenting.' Ada banyak sumber yang mengajarkan tentang parenting. Semuanya bagus. Secara garis besar tujuannya sama. Agar kita sebagai orang tua mau menurunkan ego dan belajar untuk menjadi orang tua sebagaimana mestinya. Saya ambil yang pas di hati saja. Agar bisa saya terapkan dengan ikhlas tanpa membandingkan sumber parenting yang satu dengan yang lain.

Ada satu hal yang bikin nyesek, ternyata skill saya dalam hal parenting minim sekali. Saya tidak bisa memasak, malas beberes rumah, tidak punya ide kreatif bermain bersama anak, belum tau bagaimana harus mendidik anak, belum tau tahapan dalam mendidik anak sesuai usia, endesbre..endesbre.... Intinya, pe er saya dalam hal parenting masih banyaaakk sekali. Fiuuuh..lap jidat. Pe er juga buat saya untuk mengajari dan memberi contoh buat Aya. Karena kelak ia akan menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. Dan tugas saya untuk menyiapkan Aya agar menjadi ibu yang tangguh. Ibu akhir jaman yang harus siap menghadapi tantangan yang tentunya lebih berat dari yang saya hadapi sekarang.

Dari beberapa sumber parenting yang saya baca, saya rangkum beberapa point penting berikut ini:
  1. Idealnya anak diasuh sendiri oleh ibunya sebagai madrasah pertama dan ayah sebagai kepala sekolahnya. Minimal sampai usia 7 tahun. Trus apa kabar saya yang masih bekerja dan anak dititipin di tetangga. Sementara anak-anak masih di bawah 7 tahun. *mewek di pojokan*
  2. Pendidikan akhlak penting diajarkan saat 7 tahun pertama anak. Bukan calistung. Sebaliknya calistung baru diajarkan saat anak usia 7 tahun. Lebih penting mengajari anak hakikat 'maaf, tolong, terima kasih dan permisi' daripada mengejar calistung.
  3. 7 tahun pertama anak-anak diperlakukan sebagai raja. Bukan berarti semua dituruti karena ia raja. Tapi diajari bagaimana harus bersikap karena ia seorang raja. Mungkin lebih tepatnya menyiapkan anak-anak agar bisa bersikap dan bersifat seperti raja. Raja yang amanah. Anak-anak harus diajari untuk sabar. Sabar menunggu giliran, sabar saat mengalami kegagalan, sabar saat merasa kecewa, sabar saat harus berbagi, sabar dalam belajar, sabar karena Allah. 
  4. Sampai usia 7 tahun anak belum perlu terlalu sering bersosialisasi. Bahkan belum perlu sekolah. Tujuannya agar anak tidak terpengaruh dengan dunia luar yang belum tentu sesuai dengan cara pengasuhan kita. Anak-anak belum bisa membedakan salah dan benar. Jadi sampai usia 7 tahun, dikuatkan dulu pondasinya. Dengan harapan, kelak ia bisa memfilter mana yang baik dan sesuai untuk dirinya. Baik menurut Allah ya. Sosialisasi cukup mengenal tetangga kanan kiri, say hello secukupnya, tidak perlu main berjam-jam sampai malas pulang. Kalo saya sih, saya sesuaikan dengan kebutuhan. Anak-anak tetap bersekolah. Tapi untuk bersenang-senang saja sambil belajar. Bukan untuk mengejar prestasi. Pulang sekolah cukup main di rumah.
  5. Tetapkan tujuan dalam parenting. Apa yang kita harapkan dari anak kelak saat ia dewasa. Kalo saya sih berharap anak-anak saya jadi anak soleh soleha. Punya dasar agama yang kuat. Jadi sejak kecil sudah saya kenalkan dengan Allah dan Rosul-Nya. Minimal dia tau, setiap perbuatan kita semata-mata untuk mendapat ridho Allah. Kalo saya sih setiap anak-anak tanya kenapa harus berbagi, kenapa harus makan dengan tangan kanan, kenapa harus berdoa, kenapa harus ini, harus itu, saya jawab 'biar disayang Allah.' Baru sebatas itu sih. Karena saya pun masih perlu banyaaak belajar.
  6. Ajari anak dengan teladan alih-alih hanya menyuruh tanpa ada contoh. Ucapan tanpa bukti sama dengan hoax kan. Hehee.. Anak-anak lebih mudah meniru dari yang ia lihat alih-alih hanya disuruh tanpa ada contoh konkrit. Jadi, kalo ingin mengajari anak buang sampah di tempat sampah, ajak dan temani anak untuk membuang sampah di tempatnya. Anak akan belajar dan berikutnya ia akan buang sampah di tempatnya. Insya Allah.
  7. Saat berbicara dengan anak usahakan mata kita sejajar dengan mata anak. Hingga anak merasa nyaman dan tidak terintimidasi. Kalo perlu kita jongkok, berlutut, bahkan tiduran untuk mendapat posisi yang pas. Kalo anak ngambek trus tiduran kan mau gak mau kita juga ikut tiduran biar dapat posisi yang pas. Ya kaan..
  8. Jangan khawatir saat anak seolah tidak mendengar dan tidak peduli saat kita menasehati. Sebenarnya mereka dengar kok. Diingetin aja. Tapi tetap tenang ya. Jangan terpancing. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang nggak seharusnya. Tetap ingat, setiap ucapan kita adalah doa. Dan bisa jadi dikabulkan. Justru kita harus berhati-hati dengan apa yang didengar anak tanpa kita sadari. Bisa jadi pas kita ngerumpi ngalor ngidul gak jelas, e ada anak-anak yang dengar. Trus terekam deh di memorynya. So, ayah ibu hati-hati ya. Jaga lisan anda.
  9. Tetap tenang saat komunikasi dengan anak. Apapun situasinya. Bahkan saat anak tantrum sekalipun. Kalo perlu sambil baca doa. Pernah waktu anak saya nangis kejer saya bacain al fatihah berulang-ulang. Biar sama-sama tenang. Soalnya pas kondisi kayak gitu diajak ngomong pun percuma. Malah tambah heboh nangisnya. Nanti kalo uda tenang, baru deh diajak ngomong baik-baik. Alhamdulillah, selama ini sih berhasil. Niatkan karena Allah ya.
  10. Sering-sering peluk anak sambil ungkapkan rasa sayang. Anak yang disayang akan merasa nyaman dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri.
  11. Konsisten dan kompak dengan pasangan. Satu rumah satu aturan. Jadi anak tidak bingung dan bisa belajar berprinsip. Anak-anak jadi ngerti, kalo dia pengen sesuatu dan tidak didapat di mama, maka dia juga tidak dapat di ayah.
Apalagi yaa... Mungkin itu dulu deh. Intinya tetap berpegang pada agama ya. Jadikan Allah sebagai satu-satunya alasan dan satu-satunya tujuan dalam setiap tindakan. Termasuk dalam hal parenting. For me parenting is never ending learning. Wallohualam bishowab.

Tidak ada komentar: