Pages

Jumat, 16 Januari 2015

Belajar 'Let It Go'



Kita diperintahkan oleh agama ini untuk memaafkan. Pemaaf adalah akhlak mulia. Memaafkan siapapun yang menyakiti kita. Memaafkan semua kejadian yang menyakitkan.

Tetapi jelas, memberikan kesempatan kedua adalah sepenuhnya hak kita. Dan itu tidak ada hubungannya dengan tulus atau tidak tulus memaafkan. Dalam situasi tertentu, itu sederhana soal jangan sampai kita jatuh ke lubang yang sama dua kali.
*Tere Liye

Ada kejadian tidak biasa yang saya alami kemarin. Mirip sinetron religi dimana ada tokoh antagonis yang benar-benar tega dan seperti tidak punya hati. Menyakiti seseorang yang pernah membantunya dengan mengucapkan kata-kata kasar setelah ia merasa tidak butuh bantuan lagi.

Semua berawal dari seseorang yang meminjam barang pada almarhumah Ibu saya. Setelah Ibu meninggal, ia tidak pernah memberi kabar. Kebetulan barang yang dipinjam itu mempunyai nilai histori bagi keluarga kami. Almarhumah ibu membelinya di Mekkah waktu beliau ibadah haji bersama Bapak. Almarhumah Ibu sedianya memberikan barang itu pada saya. Tapi tidak saya terima karena saya tidak suka memakai perhiasan. Sekarang setelah Ibu meninggal, saya merasa barang itu adalah amanah yang harus saya jaga.

Sudah setahun lebih sejak ia meminjam barang tersebut. Bapak mulai khawatir kalo barang itu hilang di pegadaian. Hari Senin kemarin, saya sms yang bersangkutan menanyakan keberadaan barang tersebut. Sambil sedikit saya ancam, apa perlu saya meniru caranya saat ia menagih pinjaman pada orang lain. Ternyata emosinya terpancing, dan sorenya ia langsung sms bahwa barangnya sudah ia tebus dari pegadaian dan hari Rabu pagi diantar ke rumah. Yang tidak saya duga, ternyata emosinya benar-benar terpancing hingga memunculkan sifat aslinya yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Jadi kayak dr Jekyll and mr Hyde deh. Mengerikan.

Saya jadi bertanya tentang konsep saudara. Sejauh mana saudara boleh masuk dalam kehidupan kita. Dan siapa saja yang bisa dianggap saudara. Adakalanya seseorang yang baik, yang tulus dan perhatian pada kita, saking dekatnya sudah dianggap sebagai saudara sendiri. Sedangkan seseorang yang mempunyai hubungan darah dari silsilah keluarga belum tentu baik dan tulus pada kita.

Apakah anak dari kakak almarhumah Ibu saya termasuk saudara? Kalo ia sudah menyakiti saya, kakak dan Bapak saya, apakah ia masih pantas saya anggap saudara. Ia menelphon Bapak saya dan meluapkan emosinya dengan menjelek-jelekkan saya. Ia tidak telphon dan mencaci maki saya secara langsung karena ia tau, kalopun ia telphon tidak akan saya angkat. Bahkan suaminya mengirim pesan pada saya, 'Jgn atas nm Alloh ya tdk smbarangan Alloh tu Maha sgla galanya kamu berdoa mnta untk km sendiri ja tdk tercapai gt lo akirnya kepepet.'  Itu salah satunya.

Ada beberapa sms lagi yang menurut saya lumayan menyakitkan. Membuat emosi saya sedikit terpancing. Hingga saya perlu menata hati dan perasaan saya yang campur aduk antara marah, sedih, sakit hati dan kecewa. Saya alihkan dengan membaca surat Ar Rohmaan. Alhamdulillah, rasa sakit saya mulai terobati. Lanjut dengan membuka web Ust. Yusuf Mansyur. Ada banyak tulisan inspiratif di sana yang bisa membuat saya tenang. Yang mengingatkan saya tentang kebesaran Allah swt. Sepanjang hari kemarin saya banyak berdzikir agar lebih tenang dan terus mengingat 'Innalloha ma'asshoobiriin' (Al Baqoroh - 2:153)

Pagi tadi menjelang subuh saya bermimpi bertemu almarhumah Ibu. Beliau tampak sehat, gemuk dan bahagia. Memakai gamis bunga-bunga. Ibu tampak berbincang-bincang dengan beberapa orang yang tidak saya kenal. Entah kenapa saya hanya bisa memandangnya dari kejauhan. Saat terbangun perasaan saya campur aduk antara bahagia, terkejut dan seolah tak percaya. Selesai sholat subuh saya menangis tergugu di sajadah. Allah, betapa Engkau telah menghibur hambaMu dengan cara yang luar biasa. Kerinduan saya yang mendalam pada Ibu sedikit terobati. Saya merasa sangat bahagia, terharu dan penuh syukur pada Allah swt.

Hari ini, semua kejadian aneh yang saya alami kemarin menjadi tidak berarti dan terasa konyol buat saya. Hanya fase kecil dan tidak penting yang akan segera berlalu. I won't let anyone hurt me and spoil my day. Tahap berikutnya yang harus saya lewati adalah memaafkan. Baiklah, saya maafkan. Karena saya juga harus memaafkan diri saya sendiri agar tidak lagi merasa tersakiti. Dan tahap selanjutnya yang terpenting adalah melepaskan. Just let it go. Lepaskan sakitnya, tapi ingat perbuatannya. Jangan sampai jatuh di lubang yang sama.

Ada banyak hikmah yang bisa saya ambil dari kejadian ini. Salah satunya saya jadi lebih khusyuk berdoa. Yups. Untuk menenangkan hati, saya langsung berdoa dan mengadu pada Allah. Hikmah yang lain, saya jadi tau sifat asli dari orang-orang itu. Next, semoga Allah melindungi dan menjauhkan saya dari orang-orang yang demikian. Aamiin.

Once again, writing help me heal the pain. ^_^









Tidak ada komentar: